Mengkaji Ulang Perintah ‘Beranak Cucu’: Perspektif Eko-teologi Kristen tentang Etika Populasi
Oleh: Suar Suaka
Dalam era krisis ekologi yang kita hadapi saat ini, kita sebagai umat Kristen dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Bagaimana kita harus menafsirkan perintah Tuhan untuk “beranak cucu dan memenuhi bumi” di tengah tantangan lingkungan yang semakin mendesak? Apakah perintah ini benar-benar bermakna kita harus terus menambah jumlah penduduk tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap planet kita? Mari kita telusuri bersama makna di balik Kejadian 1:28 melalui perspektif eko-teologi Kristen, dengan pendekatan yang lebih mendalam dan kritis.
Konteks Historis dan Linguistik Kejadian 1:28
Analisis Kata Kunci dalam Bahasa Ibrani
Untuk memahami makna sejati dari perintah “beranak cucu”, kita dapat melakukan analisis mendalam terhadap teks Kejadian 1:28 dalam bahasa aslinya. Mari kita telaah beberapa kata kunci:
- “פְּר֥וּ וּרְב֛וּ” (pərū ūrəḇū) – “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah”
Kata “פְּרוּ” (pərū) berasal dari akar kata “פרה” (parah), yang berarti “berbuah” atau “produktif”. Ini tidak hanya merujuk pada reproduksi biologis, tetapi juga pada produktivitas dalam arti yang lebih luas.
“רְבוּ” (rəḇū) berasal dari akar kata “רבה” (rabah), yang berarti “menjadi banyak” atau “bertambah”. Namun, kata ini juga dapat berarti “menjadi besar” dalam konteks kualitas, bukan hanya kuantitas. - “מִלְא֥וּ” (mil’ū) – “Penuhilah”
Kata ini berasal dari akar kata “מלא” (male), yang berarti “mengisi” atau “melengkapi”. Ini mengisyaratkan bahwa perintah tersebut bukan hanya tentang jumlah, tetapi juga tentang bagaimana manusia memenuhi perannya dalam ciptaan Tuhan. - “וְכִבְשֻׁ֑הָ” (wəḵiḇšuhā) – “Taklukkanlah”
Kata ini sering ditafsirkan secara keliru sebagai dominasi. Namun, akar kata “כבשׁ” (kabash) dapat juga berarti “menundukkan” atau “membawa ke dalam ketertiban”. Dalam konteks penciptaan, ini lebih tepat dipahami sebagai tanggung jawab untuk mengelola dan merawat.
Analisis linguistik ini menunjukkan bahwa perintah dalam Kejadian 1:28 lebih kompleks dan nuansanya lebih kaya daripada sekadar mandat untuk pertumbuhan populasi tak terbatas. Ini adalah panggilan untuk produktivitas yang bertanggung jawab, pemenuhan peran sebagai penjaga ciptaan, dan pengelolaan yang bijaksana atas bumi.
Penafsiran Ulang melalui Lensa Eko-teologi: Perspektif Sallie McFague
Bumi sebagai Tubuh Tuhan
Sallie McFague, dalam karyanya yang berpengaruh “The Body of God: An Ecological Theology” (1993), mengajukan sebuah metafora radikal yang dapat membantu kita menafsirkan ulang Kejadian 1:28. McFague mengusulkan bahwa kita memahami alam semesta, termasuk bumi, sebagai tubuh Tuhan.
Dalam kerangka pemikiran ini, “memenuhi bumi” dapat diartikan sebagai partisipasi aktif dalam pemeliharaan dan penyembuhan “tubuh Tuhan” ini. Jika bumi adalah tubuh Tuhan, maka setiap tindakan eksploitasi atau kerusakan terhadap lingkungan dapat dilihat sebagai penyalahgunaan terhadap tubuh ilahi ini.
McFague berpendapat bahwa metafora ini dapat membantu kita mengembangkan etika lingkungan yang lebih kuat. Jika kita memahami bumi sebagai tubuh Tuhan, kita akan lebih cenderung memperlakukannya dengan hormat dan kasih sayang, sama seperti kita akan memperlakukan tubuh seseorang yang kita cintai.
Implikasi bagi Etika Populasi
Pemahaman McFague tentang bumi sebagai tubuh Tuhan memiliki implikasi penting bagi etika populasi Kristen. Jika bumi adalah tubuh Tuhan, maka “beranak cucu dan memenuhi bumi” tidak bisa lagi dipahami sebagai mandat untuk pertumbuhan populasi tak terbatas.
Sebaliknya, ini menjadi panggilan untuk memenuhi bumi dengan cara yang menghormati dan merawat tubuh ilahi ini. Ini bisa berarti:
- Mempertimbangkan daya dukung bumi dalam keputusan reproduksi kita.
- Fokus pada “pertumbuhan” dalam arti kualitas hidup dan kebijaksanaan ekologis, bukan hanya kuantitas populasi.
- Mendidik anak-anak kita untuk menjadi penjaga yang bertanggung jawab atas “tubuh Tuhan” ini.
McFague menekankan bahwa kita perlu mengembangkan “cinta kosmik” – cinta yang melampaui diri kita sendiri dan mencakup seluruh ciptaan. Dalam konteks ini, kesuburan yang sejati mungkin lebih terkait dengan kemampuan kita untuk memelihara dan menyembuhkan bumi, daripada sekadar kemampuan untuk bereproduksi.
Implikasi Praktis bagi Etika Populasi Kristen
Berdasarkan pemahaman baru kita tentang Kejadian 1:28 dan perspektif eko-teologi McFague, kita dapat menyimpulkan bahwa etika populasi Kristen harus lebih menekankan kualitas daripada kuantitas. Ini bukan berarti kita menolak anak sebagai berkat, melainkan kita memahami bahwa berkat juga datang dalam bentuk kemampuan untuk memberikan kehidupan yang berkelanjutan dan berkualitas bagi generasi mendatang.
Fokus pada kualitas berarti memastikan bahwa setiap anak yang lahir memiliki kesempatan untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Ini juga berarti menghargai dan merawat kehidupan dalam segala bentuknya, tidak hanya manusia tetapi juga seluruh ciptaan Tuhan.
Dalam konteks pemahaman bumi sebagai tubuh Tuhan, perencanaan keluarga dapat dilihat sebagai tindakan tanggung jawab dan pemeliharaan terhadap ciptaan Tuhan. Ini bukan tentang membatasi berkat Tuhan, melainkan tentang mengelola berkat tersebut dengan bijaksana.
Dengan mempertimbangkan kapasitas kita untuk merawat dan membesarkan anak, serta dampak keputusan kita terhadap lingkungan, kita sebenarnya menghormati kehidupan dan ciptaan Tuhan. Perencanaan keluarga juga memberi kita kesempatan untuk lebih fokus pada peran kita sebagai penjaga ciptaan.
Kesimpulan
Menafsirkan ulang perintah “beranak cucu” melalui lensa eko-teologi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang teks Ibrani asli membuka perspektif baru tentang tanggung jawab kita terhadap bumi. Ini bukan berarti mengabaikan nilai kehidupan, tetapi justru menghargainya dalam konteks yang lebih luas.
Pemahaman bumi sebagai tubuh Tuhan, sebagaimana diusulkan oleh Sallie McFague, memberikan dasar teologis yang kuat untuk etika lingkungan dan populasi. Ini mengajak kita untuk memikirkan kembali makna kesuburan dan pertumbuhan dalam konteks krisis ekologi saat ini.
Mungkin, dalam konteks saat ini, kesuburan yang sejati adalah kemampuan kita untuk memulihkan dan menjaga keseimbangan ekosistem Bumi. Mungkin juga, pertumbuhan yang diharapkan Tuhan dari kita bukanlah semata-mata dalam jumlah, tetapi dalam kebijaksanaan, kasih, dan kemampuan kita untuk hidup dalam harmoni dengan seluruh ciptaan-Nya.
Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat bahwa etika populasi Kristen yang diinformasikan oleh eko-teologi tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab, tetapi justru memperdalam pemahaman kita tentang panggilan kita sebagai penjaga ciptaan Tuhan. Ini adalah undangan untuk merangkul tanggung jawab kita terhadap Bumi dan seluruh penghuninya, sebagai bagian integral dari iman dan ketaatan kita kepada Tuhan.
Post Comment