Mendengar Suara Alam: Pelajaran dari Kisah Bileam dan Keledainya
Oleh: Suar Suaka
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Pernahkah kita merenungkan bagaimana Tuhan berbicara kepada kita melalui ciptaan-Nya? Hari ini, mari kita menggali kebijaksanaan dari sebuah kisah Alkitab yang mungkin sudah tidak asing bagi kita: Bileam dan keledainya (Bilangan 22:21-39). Kisah ini merupakan sebuah cermin yang dapat menggambarkan keadaan kita saat ini, terutama dalam hubungan kita dengan alam ciptaan.
Bayangkan, seorang nabi ternama seperti Bileam tidak bisa melihat malaikat Tuhan, tapi keledainya bisa! Ini mengajarkan kita bahwa kadang-kadang, pesan Tuhan bisa datang dari sumber yang tak terduga. Sama seperti keledai Bileam, alam di sekitar kita juga bisa menjadi “penyampai pesan” dari Tuhan.
Firman Tuhan mengatakan, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mazmur 19:1). Ini menunjukkan bahwa alam semesta memiliki pesan ilahi yang perlu kita dengarkan. Namun, seperti Bileam yang awalnya marah dan memukul keledainya, kita juga sering mengabaikan atau bahkan merusak alam, tanpa menyadari bahwa mungkin ada pesan penting yang Tuhan sampaikan melaluinya.
Di Indonesia, kita menghadapi banyak masalah lingkungan. Hutan kita hilang, sungai-sungai tercemar, dan banyak hewan terancam punah. Ini seperti “teriakan” alam yang meminta perhatian kita. Sama seperti keledai Bileam yang akhirnya berbicara, alam pun seolah-olah berteriak kepada kita melalui bencana alam dan perubahan iklim.
Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk menjadi penatalayan yang baik atas ciptaan Tuhan. Kejadian 2:15 mengatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia di taman Eden untuk “mengusahakan dan memelihara” nya. Ini bukan hanya tentang memanfaatkan alam, tapi juga merawatnya dengan penuh kasih dan tanggung jawab.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Mari kita mulai dengan membuka hati dan telinga kita terhadap “suara” alam. Ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana:
- Berdoa sambil menikmati keindahan alam, mendengarkan kicauan burung atau gemericik air sungai.
- Mendukung gerakan pelestarian lingkungan di sekitar kita.
- Mengurangi penggunaan plastik dan mulai mendaur ulang.
- Mengajarkan anak-anak kita untuk mencintai dan menghargai alam sebagai ciptaan Tuhan.
Saudara-saudari yang dikasihi, mari kita belajar dari kisah Bileam. Jangan sampai kita menjadi “bebal” seperti dia, yang tidak bisa mendengar pesan Tuhan melalui ciptaan-Nya. Sebaliknya, mari kita menjadi peka dan responsif terhadap “suara” alam, karena di dalamnya, kita bisa menemukan kebijaksanaan dan panggilan Tuhan untuk merawat bumi ini.
Marilah kita berdoa:
“Tuhan yang Maha Pengasih, bukalah mata dan telinga kami untuk melihat dan mendengar pesan-Mu melalui alam ciptaan-Mu. Berilah kami hati yang peka dan tangan yang siap bekerja untuk merawat dan melestarikan lingkungan kami. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.”
Post Comment