Loading Now

Cosmo-Dignity: Model Pembangunan Yesus dalam Kisah Lima Roti dan Dua Ikan

Oleh: Eikel Karunia Ginting

Pembangunan yang “beradab” memiliki sudut pandang yang kosmosentris, yaitu yang mengutamakan keselarasan antara manusia dan seluruh ciptaan. Sayangnya, realita pembangunan saat ini sering kali mengadopsi paradigma yang timpang. Pembangungan kita termakan paham yang hierarkis dengan menganggap manusia sebagai suatu ciptaan yang lebih penting daripada ciptaan lainnya. Padahal, pandangan ini justru bertolakbelakang dengan kehendak Allah akan kesejahteraan semesta dan martabat ciptaan. Model yang hierarkis seperti ini akhirnya mengorbankan kepentingan bersama, mengutamakan kepentingan elit sambil manis-manis berdalih “kemajuan bersama”.

Model Pembangunan ala Yesus dalam Kisah Lima Roti dan Dua Ikan

Untuk memahami konsep pembangunan beradab ini, kita dapat melihat contoh yang ditunjukkan oleh Yesus dalam kisah “lima roti dan dua ikan” yang terdapat dalam Injil Matius 14:13-21. Kisah ini ternyata bukan semata-mata peristiwa di mana lima roti dan dua ikan disulap menjadi ribuan porsi, tetapi juga menyiratkan makna mendalam tentang pembangunan yang beradab—pembangunan yang berlandaskan pada kebutuhan mendasar seluruh ciptaan untuk saling menghidupkan, bukan sekadar kepentingan penginjilan atau kristenisasi.

Yesus, dalam kisah ini, menunjukkan bahwa penginjilan tidak terpisah dari pembangunan yang adil dan beradab. Belas kasih Yesus kepada lima ribu laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak, menggerakkan terjadinya mukjizat yang mencerminkan perhatian Yesus terhadap kebutuhan umat-Nya. Dengan mengubah keterbatasan menjadi makanan kecukupan bahkan kelimpahan, Yesus menampilkan sebuah model pembangunan yang mengedepankan martabat dan kesejahteraan bersama.

Yesus juga menekankan bahwa proses mujizat bukanlah peristiwa individual, melainkan peristiwa komunal. Yesus memberdayakan seluruh pihak ciptaan yang ada—anak kecil, gandum dalam roti dan ladang tempatnya, ikan-ikan dan danaunya, tanah bukit dan setiap manusia yang terlibat di dalamnya—dan mengubahnya menjadi sebuah mujizat bagi semua. Seperti sebuah orkestra, Yesus memimpin seluruh unsur ciptaan ini dalam harmoni yang bersama-sama mewujudkan mujizat tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam pembangunan, seluruh ciptaan memiliki perannya masing-masing yang saling terhubung. Yesus mengajarkan bahwa pembangunan yang inklusif, partisipatif, dan ugahari (sederhana) adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya milik individu atau kelompok tertentu.

Pembangunan Berbasis Cosmo-Dignity: Paradigma Kosmosentris dalam Penginjilan Yesus

Cosmo-Dignity adalah konsep yang menekankan martabat universal yang mencakup keterhubungan kosmik seluruh ciptaan. Dalam kisah “lima roti dan dua ikan,” Yesus tidak hanya menunjukkan penghargaan terhadap kebutuhan manusia, tetapi juga keterhubungan komunitas dan lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini mengajarkan bahwa pembangunan harus dipertimbangkan sebagai sebuah kolaborasi seluruh elemen ekosistem, bukan hanya berpusat pada manusia saja, apalagi secara individual. Pembangunan yang berfokus pada cosmo-dignity ini mengutamakan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kelestarian alam, serta antara kepentingan masing-masing pihak yang tidak terpisah dari kesejahteraan bersama.

Mengimplementasikan cosmo-dignity dalam pembangunan berarti memasukkan nilai-nilai martabat dan kesetaraan seluruh ciptaan ke dalam kebijakan dan praktik pembangunan. Paradigma ini berseberangan dengan pembangunan yang merusak dan abai terhadap dampaknya bagi keseimbangan lingkungan, serta mendorong pendekatan yang menekankan keberlanjutan. Dalam pembangunan yang mengutamakan cosmo-dignity ini, kepentingan komunitas lokal ditempatkan sebagai pusat dari semua pembangunan, dan seluruh bagian ekosistem dilibatkan dalam proses ini.

Refleksi Teologis: Membangun Berdasarkan Prinsip Cosmo-Dignity

Tantangan terbesar dalam mewujudkan pembangunan berbasis cosmo-dignity adalah mengubah paradigma yang masih terjebak pada ilusi kemajuan ekonomi dalam paham kapitalisme dan elitisme yang menempatkan kepentingan manusia sebagai yang lebih daripada semua lainnya. Kerakusan, keangkuhan, dan ketidakberadaban akhirnya menjadi “buah-buah roh pembangunan modern” yang bukannya membangun tapi malah merusak hubungan Ilahi antar ciptaan.

Pembangunan yang mengintegrasikan model pemberdayaan Yesus dan prinsip cosmo-dignity tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi semata, tetapi juga pada transformasi sosial, ekologis, dan spiritual yang saling berkait. Pembangunan yang seperti ini mengakui manusia sebagai bagian integral dari jagat ciptaan yang lebih besar, dan bahwa setiap tindakan pembangunan harus menghormati martabat seluruh ciptaan, tanpa terkecuali. Dengan meneladani model pemberdayaan Yesus dalam kisah mujizat lima roti dua ikan itu, kita diajak untuk melihat pembangunan sebagai proses yang melibatkan seluruh elemen ciptaan tanpa terkecuali, sehingga keberlanjutan menjadi acuan utamanya. Pembangunan dalam pandangan ini tidak terjebak pada ilusi “pertumbuhan ekonomi”, melainkan tentang pembangunan sebuah kondisi di mana segenap ciptaan dapat hidup sesuai dengan martabat kesempurnaannya sebagai ciptaan, dalam keseimbangan yang harmonis dengan satu sama lain.

Paradigma pembangunan yang berlandaskan cosmo-dignity, sebagaimana ditunjukkan oleh Yesus dalam kisah lima roti dan dua ikan, menawarkan inspirasi untuk mengatasi model pembangunan yang eksploitatif dan hierarkis. Pembangunan yang beradab adalah pembangunan yang mengutamakan martabat dan kesejahteraan seluruh ciptaan, serta menempatkan manusia sebagai bagian dari komunitas kosmik yang lebih luas. Pembangunan sejati sesungguhnya ialah penghormatan dan perawatan akan seluruh ciptaan.

Post Comment