Loading Now

Janji Keturunan: Tanggung Jawab Eko-Teologis tentang Populasi

Oleh: Suar Suaka

Janji Tuhan kepada Abraham dalam Kejadian 12:2, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar,” sering kali diinterpretasikan sebagai dorongan untuk pertumbuhan populasi yang tak terbatas. Namun, di tengah krisis ekologi yang kita hadapi saat ini, khususnya di Indonesia, kita perlu memikirkan kembali makna janji ini. Bagaimana jika ‘keturunan yang banyak’ bukan tentang jumlah, melainkan tentang kualitas hidup dan tanggung jawab kita terhadap ciptaan Tuhan? Mari kita jelajahi pemahaman baru ini melalui lensa eko-teologi.

Memaknai Ulang Janji Abraham dalam Konteks Ekologis

Dalam pemahaman eko-teologis, ‘perjanjian’ (covenant) antara Tuhan dan manusia tidak hanya melibatkan hubungan vertikal, tetapi juga mencakup seluruh ciptaan. Yesaya 11:6-9 menggambarkan visi Kerajaan Allah di mana seluruh ciptaan hidup dalam harmoni. Jika kita melihat janji kepada Abraham dalam konteks ini, ‘menjadi bangsa yang besar’ bisa diartikan sebagai panggilan untuk menjadi komunitas yang memelihara keseimbangan ekologis.

Pertumbuhan populasi yang tak terkendali di Indonesia telah menyebabkan degradasi lingkungan dan ketimpangan sosial-ekonomi. Pemahaman yang tradisional sering digunakan untuk membenarkan eksploitasi alam demi keuntungan ekonomi jangka pendek. Namun, bukankah ini bertentangan dengan panggilan kita sebagai penatalayan (steward) ciptaan Tuhan (Kejadian 2:15)?

Panggilan Eko-Teologis bagi Umat Kristen Indonesia

Sebagai umat Kristen Indonesia, kita dipanggil untuk memaknai ulang ‘keturunan yang banyak’ bukan sebagai kuantitas, melainkan kualitas hidup yang menjaga keseimbangan ekologis. Ini berarti kita perlu mengkritisi agenda ekonomi yang mendorong pertumbuhan populasi bukan karena penghargaan terhadap kehidupan, akan tetapi karena kepentingan keuntungan ekonomi semata yang lantas mengabaikan kelestarian lingkungan. Roma 8:19-22 mengingatkan kita bahwa seluruh ciptaan menantikan pembebasan, dan kita sebagai anak-anak Allah memiliki tanggung jawab dalam proses ini.

Konsep ‘stewardship’ yang diperbarui mengajak kita untuk melihat diri kita bukan sebagai penguasa alam, melainkan sebagai bagian integral dari ekosistem ciptaan Tuhan. Ini berarti setiap keputusan kita, termasuk dalam hal reproduksi dan konsumsi, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan generasi mendatang.

Memahami kembali janji Abraham dalam konteks eko-teologis membuka mata kita pada panggilan yang lebih luas. ‘Keturunan yang banyak’ bukan lagi tentang jumlah, melainkan tentang membangun komunitas yang peduli pada keseimbangan ekologis dan kesejahteraan bersama. Sebagai umat Kristen Indonesia, mari kita menjawab panggilan ini dengan menjadi teladan dalam menjaga ciptaan Tuhan, memastikan bahwa ‘bangsa yang besar’ yang kita bangun adalah bangsa yang hidup dalam harmoni dengan seluruh ciptaan, mencerminkan keindahan dan keadilan Kerajaan Allah.

Post Comment