Loading Now

Gembala Ciptaan: Mazmur Daud sebagai Panduan Penatalayanan Ekologis

Oleh: Suar Suaka

Dalam keindahan alam Indonesia yang luar biasa, kita sering lupa bahwa kita dipanggil untuk menjadi penatalayan ciptaan Tuhan. Hutan-hutan kita yang lebat, lautan yang kaya, dan keanekaragaman hayati yang menakjubkan semuanya adalah bagian dari karya Tuhan yang luar biasa. Namun, kita menyaksikan penggundulan hutan yang parah dan degradasi lingkungan yang mengkhawatirkan, yang sering kali dibenarkan atas nama kebutuhan ekonomi. Situasi ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara keyakinan spiritual kita dan tanggung jawab ekologis kita sebagai orang Kristen.

Bagaimana kita bisa menjembatani kesenjangan ini? Marilah kita menengok pada sosok Daud dalam Alkitab, yang perannya sebagai pemazmur dan gembala menawarkan model penatalayanan ekologis yang holistik. Daud tidak hanya seorang raja dan pejuang, tetapi juga seorang penyair yang peka dan gembala yang peduli. Dalam Mazmur 23, Daud menulis, “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” Pengalamannya sebagai gembala membentuk pemahamannya tentang Allah dan ciptaan-Nya.

Sebagai gembala, Daud memahami pentingnya merawat dan merawat alam ciptaan. Ia menuntun domba-dombanya ke “padang yang berumput hijau” dan “ke air yang tenang” (Mazmur 23). Ini bukan berarti Daud sedang mengeksploitasi domba-dombanya itu sebagai sumber daya semata-mata, akan tetapi ia sedang memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan seluruh kawanan yang menjadi kawan hidupnya itu. Dalam konteks kita saat ini, ini berarti menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kesehatan ekosistem kita.

Sebagai pemazmur, Daud mengekspresikan kekaguman akan kehadiran Allah dalam seluruh ciptaan. Dalam Mazmur 19:1, ia menulis, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya.” Daud melihat alam bukan hanya sebagai sumber daya untuk dimanfaatkan, tetapi sebagai kemuliaan Tuhan yang harus dipelihara.

Pandangan Daud ini menantang kita untuk memikirkan kembali konsep “penguasaan” atas alam yang sering disalahartikan. Alih-alih membenarkan eksploitasi, peran kita sebagai penatalayan ciptaan seharusnya mencerminkan kasih dan perhatian Allah terhadap seluruh ciptaan-Nya. Ini berarti merawat lingkungan kita dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, sama seperti seorang gembala yang baik merawat kawanannya.

Sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk mengadopsi spiritualitas ekologis yang holistik. Ini berarti mengenali bahwa merawat lingkungan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengabdian kita kepada Tuhan. Ketika kita menjaga hutan kita, melindungi lautan kita, dan hidup secara harmonis dengan alam sekitar, kita sesungguhnya sedang beribadah. Marilah kita, seperti Daud, menemukan Tuhan dalam lingkungan sehari-hari kita dan menjadi gembala yang baik bagi seluruh ciptaan-Nya.

Post Comment