Memahami Ulang Pengelolaan Bumi melalui Cerita Nuh
Oleh: Suar Suaka
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Dalam era Antroposen ini, kita dihadapkan pada tantangan lingkungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di Indonesia, kita menyaksikan hutan-hutan kita menghilang, keanekaragaman hayati terancam, dan dampak perubahan iklim semakin terasa. Sebagai orang Kristen, kita sering berpikir bahwa tugas kita adalah menjadi “pengelola” alam, seolah-olah kita terpisah dari ciptaan Tuhan yang lain. Namun, apakah ini benar-benar mencerminkan rencana Allah? Mari kita melihat kembali kisah Nuh dan bahtera untuk menemukan wawasan baru tentang tanggung jawab kita terhadap bumi.
Menafsirkan Kembali Kisah Bahtera Nuh
“Tetapi dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan isterimu dan isteri anak-anakmu.” (Kejadian 6:18)
Kisah Nuh sering dilihat sebagai contoh manusia menyelamatkan alam. Namun, mari kita pikirkan kembali: bukankah bahtera itu sendiri adalah bagian dari alam yang berperan dalam penyelamatan? Kayu yang membentuk bahtera, air yang mengangkatnya – semua elemen alam bekerja bersama dalam rencana penyelamatan Allah.
“Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang ke dalam bahtera itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan betina harus kaubawa.” (Kejadian 6:19)
Allah tidak hanya menyelamatkan manusia, tetapi seluruh ciptaan. Ini menunjukkan bahwa dalam rencana Allah, keselamatan bersifat kolektif. Tanggung jawab kita bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk seluruh komunitas ciptaan.
Pernahkah kita memperhatikan bahwa setelah banjir surut, bumi memulihkan dirinya sendiri? “Ketika Tuhan mencium persembahan yang harum itu, …” (Kejadian 8:21) menunjukkan bahwa bumi, dengan kekuatannya sendiri, mampu memulihkan diri dan menyenangkan hati Allah.
Pengelolaan di Era Antroposen
“Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan.” (Kejadian 9:2)
Ayat ini sering disalahartikan sebagai dominasi manusia atas alam. Namun, dalam terang kisah Nuh, kita dapat melihatnya sebagai panggilan untuk kemitraan yang penuh hormat. Kita diberi tanggung jawab bukan untuk menguasai, tetapi untuk bekerja bersama alam dalam memelihara ciptaan Allah.
Di Indonesia, kita dapat melihat contoh kemitraan ini dalam praktik-praktik adat yang menghormati alam, seperti sasi di Maluku atau subak di Bali. Sistem-sistem ini menunjukkan bahwa manusia dan alam dapat bekerja bersama dalam harmoni.
“Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan… dalam pengharapan, bahwa makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.” (Roma 8:19,21)
Paulus mengingatkan kita bahwa keselamatan yang dijanjikan Allah tidak hanya untuk manusia, tetapi untuk seluruh ciptaan. Ini mengubah pemahaman kita tentang “keselamatan” – bukan hanya tentang jiwa individu, tetapi pemulihan seluruh ekosistem bumi.
Di tengah krisis ekologi yang kita hadapi di Indonesia, dari polusi plastik hingga kebakaran hutan, kita dipanggil untuk melihat bahwa tindakan pelestarian lingkungan adalah bagian integral dari panggilan kita sebagai pengikut Kristus.
Kesimpulan: Paradigma Baru Pengelolaan Bumi
Saudara-saudari, kisah Nuh mengajarkan kita bahwa kita bukan penguasa atas alam, melainkan bagian dari komunitas ciptaan Allah yang lebih luas. Di era Antroposen ini, kita dipanggil untuk menjalin kembali hubungan kita dengan alam, mengakui peran aktifnya dalam pemulihan bumi, dan bekerja bersama dalam proses penyembuhan kolektif.
Marilah kita, sebagai orang Kristen Indonesia, memimpin dengan memberi contoh dalam merawat “rumah bersama” kita. Setiap tindakan pelestarian, sekecil apapun, adalah tindakan iman dan partisipasi dalam rencana keselamatan Allah yang lebih luas.
“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya.” (Mazmur 24:1)
Kiranya kita menjalani hidup kita dengan kesadaran akan kebenaran ini. Amin.
Post Comment