Apa Itu Providentia Dei? Sudut Pandang Suar Suaka
Pernahkah Anda bertanya-tanya, apakah segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sungguh-sungguh ada dalam kendali Tuhan? Dari bencana alam hingga kejadian kecil sehari-hari, adakah makna di baliknya? Di tengah ketidakpastian zaman, muncul satu pertanyaan klasik yang tetap relevan: apa itu Providentia Dei?
Artikel ini akan mengajak Anda menjelajahi makna Providentia Dei, atau pemeliharaan Allah, dalam terang iman Kristen, serta bagaimana konsep ini tetap relevan dalam menghadapi krisis lingkungan, perubahan sosial, dan kehidupan sehari-hari kita.
Apa Arti Providentia Dei?
Secara harfiah, Providentia Dei berasal dari bahasa Latin yang berarti “pemeliharaan Allah”. Dalam teologi Kristen klasik, ini merujuk pada keyakinan bahwa Allah terus-menerus hadir dan aktif dalam dunia ciptaan-Nya, bukan hanya sebagai Pencipta, tapi juga sebagai Pemelihara.
Namun, pemeliharaan ini bukan kontrol total ala mesin, melainkan penyertaan kasih yang hidup, dinamis, dan mengundang partisipasi. Allah tidak sekadar “mengatur segalanya dari atas”, tetapi turut serta, menderita bersama, dan memelihara segala ciptaan-Nya dengan kasih yang tidak mengenal lelah.
Tiga Dimensi Pemeliharaan Allah
Untuk menjawab “apa itu Providentia Dei” secara lebih utuh, mari kita lihat tiga dimensi yang sering dibahas dalam tradisi teologi:
1. Pemeliharaan Umum
Allah menopang hukum alam, menyediakan kebutuhan dasar semua makhluk hidup, baik yang percaya maupun tidak. Matahari yang terbit, hujan yang turun, fotosintesis di daun, semuanya adalah wujud pemeliharaan-Nya.
Teologi ini menekankan perhatian Tuhan yang menopang seluruh alam dan hukum alam, tanpa campur tangan langsung terhadap individu. Thomas Aquinas misalnya, menjelaskan bahwa Allah bekerja sebagai sebab utama (primary causality) melalui sebab-sebab ciptaan (secondary causality). Dengan itu, ciptaan memiliki peran nyata dalam menjalankan hukum alam. Pemeliharaan-Nya bersifat luas dan menyeluruh tanpa menghilangkan kebebasan manusia. Louis Berkhof juga menguraikan bahwa Providentia mencakup tindakan pelestarian, pengawasan, dan pemerintahan Allah atas ciptaan, terutama melalui hukum alam yang konsisten.
2. Pemeliharaan Khusus
Dalam sejarah umat manusia, Allah bertindak secara khusus untuk menyelamatkan, mengarahkan, dan menuntun umat-Nya. Ini tercermin dalam kisah-kisah Alkitab: dari Musa di Laut Merah hingga karya Yesus dalam kehidupan, hingga kematian dan kebangkitan-Nya.
Dimensi ini menyoroti tindakan Allah dalam peristiwa-peristiwa tertentu, yaitu penyertaan langsung pada level individu atau umat. Sebagai contoh, John Calvin menekankan bahwa providensia Allah mencakup setiap rincian hidup manusia, bahkan angin berhembus, burung pipit jatuh, semuanya berada dalam pengawasan Tuhan. B. B. Warfield juga menyatakan bahwa “kejadian terkecil dikontrol langsung oleh Allah sama seperti yang terbesar”. Semua peristiwa, tak peduli kecil, sesuai dengan rencana ilahi-Nya.
3. Pemeliharaan Partisipatif
Di sinilah perspektif kontemporer semakin menekankan peran manusia (dan ciptaan lain) dalam ikut serta menjaga dunia. Allah mengundang manusia menjadi rekan sekerja-Nya dalam proyek pemeliharaan bumi. Allah mengundang manusia (dan ciptaan lainnya) untuk ikut bekerja dalam pemeliharaan kosmis, bukan semata pengamat di atas. John E. Sanders (Open Theism), contohnya, Menekankan bahwa Allah merespons secara dinamis terhadap doa dan tindakan manusia; ada ruang bagi tindakan manusia dan bahkan perubahan rancangan Allah dalam narasi komunikasi rohani. Ini menegaskan sifat ko-aktif dalam pemeliharaan dan bukan determinisme statis.
Tiga Dimensi Providentia Dei yang Jarang Dibahas
Mari kita telaah tiga dimensi dari Providentia Dei yang sering luput dari perhatian namun justru memperkaya pemahaman kita akan iman yang hidup dan membumi:
1. Providensia yang Intra-aktif
Alih-alih membayangkan Allah sebagai sosok di luar ciptaan yang sesekali “turun tangan,” pemeliharaan dapat dipahami sebagai intra-aksi, di mana Allah bekerja dari dalam ciptaan itu sendiri. Air, angin, tanah, bahkan mikroba—semuanya berperan dalam menjaga kehidupan tetap berlangsung. Allah bekerja melalui ciptaan, bukan hanya atas/terhadap ciptaan.
2. Providensia sebagai Relasi, Bukan Kontrol
Providentia bukan soal kontrol mutlak, tapi relasi kasih yang terbuka terhadap kemungkinan. Tuhan tidak mengatur segalanya secara kaku, tetapi menyertai dalam setiap proses kehidupan. Pemeliharaan ilahi menghormati kebebasan makhluk hidup, bahkan memberi ruang bagi penderitaan dan kerusakan, tetapi tidak pernah meninggalkan ciptaan dalam kehampaan.
3. Providensia dan Keterpanggilan Manusia
Jika Allah memelihara ciptaan, maka manusia, sebagai bagian dari ciptaan, juga dipanggil untuk turut serta dalam pemeliharaan itu. Providentia Dei bukan alasan untuk pasif, tetapi panggilan untuk aktif berpartisipasi menjaga keutuhan ciptaan, seperti yang tercermin dalam banyak tradisi lokal dan spiritualitas komunitas.
Di Mana Allah Saat Alam Rusak?
Pertanyaan ini sangat penting di tengah krisis ekologi global. Jika Allah memelihara, mengapa ada polusi, perubahan iklim, kepunahan spesies?
Jawabannya mungkin bukan pada absennya Allah, melainkan pada rusaknya relasi antara manusia dan ciptaan. Pemeliharaan Allah tidak menghapus tanggung jawab manusia. Ketika manusia mengabaikan ekosistem, mengeksploitasi alam, atau hidup tanpa empati, kita merusak jaringan pemeliharaan yang seharusnya kita rawat bersama Allah.
Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Kelestarian dan Energi Terbarukan: Cerminan Sejati Kekekalan Kasih Allah, pemeliharaan Allah tercermin dalam pilihan kita—dari gaya hidup hemat energi hingga cara kita memperlakukan lingkungan sekitar.
Namun, pemahaman tentang Providentia Dei tidak selalu harus dipahami dari sudut pandang Barat. Dalam tradisi Tionghoa yang menghormati orang tua, misalnya, ada unsur pemeliharaan lintas generasi yang selaras dengan kasih ilahi. Menghormati leluhur bukan sekadar etika keluarga, tapi juga bagian dari merawat ciptaan dan sejarah. Ini menunjukkan bahwa pemeliharaan Allah tidak satu rupa. Ia hadir dalam beragam budaya, praktik, dan hubungan manusia dengan alam.
Mengapa Ini Penting Hari Ini?
Memahami Providentia Dei bukan hanya soal doktrin, melainkan cara melihat hidup secara baru:
- Ketika kita melihat sungai yang tercemar, kita tidak hanya melihat masalah lingkungan, tapi panggilan rohani untuk memulihkan relasi.
- Ketika bencana melanda, kita belajar bahwa pemeliharaan Allah tidak berarti “semuanya baik-baik saja”, tetapi bahwa Allah hadir dalam luka dan pemulihan.
- Ketika kita memilih untuk menanam pohon, mengurangi sampah, atau mendukung energi terbarukan, kita ikut serta dalam karya pemeliharaan-Nya.
Pertanyaan “apa itu Providentia Dei” tidak hanya mengajak kita memahami Allah, tapi juga melihat kembali posisi kita dalam dunia. Apakah kita hidup selaras dengan pemeliharaan itu, atau justru merusaknya?
Di Suar Suaka, kami percaya bahwa iman sejati bukan hanya soal percaya, tetapi soal ikut serta dalam cinta kasih yang menopang segala ciptaan. Maukah Anda menelusuri lebih jauh bagaimana iman dan ekologi saling terkait? Temukan lebih banyak refleksi seputar iman dan ciptaan dalam renungan-renungan kami di Suar Suaka.